in

5 Efek Buruk Pariwisata Global terhadap Pulau Bali

Efek buruk pariwisata di Bali

Pulau Bali adalah pulau yang menjadi kebanggaan bangsa Indonesia. Pulau yang sangat indah ini terkenal di seluruh penjuru dunia. Malah tidak jarang, orang yang ada di luar Indonesia menyangka bahwa Bali adalah ibukota dari Indonesia.

Kecantikan Pulau Dewata menarik banyak wisatawan asing. Negara kita mendapat banyak penghasilan dan devisa dari kegiatan pariwasata tersebut. Namun, keuntungan itu tidak datang sendiri. Di balik berjayanya Bali sebagai pulau wisata, ada beberapa potret hitam yang tersembunyi di baliknya.

1. Menjadi Tempat Paling Berbahaya Bagi Anak

Terbongkarnya kasus Angeline, membuat mata masyarakat terbuka bahwa kekerasan anak terjadi merata di seluruh Indonesia. Jika kita kilas balik lagi, beberapa data menunjukkan bahwa Bali adalah salah satu tempat yang paling berbahaya bagi anak. Bali menempati posisi ketiga setelah Batam dan Jakarta sebagai tempat yang berisiko terhadap keselamatan anak.

Tempat yang Berbahaya Bagi Anak
Tempat yang Berbahaya Bagi Anak [ImageSource]
Sedikit banyak, hal ini disebabkan oleh efek globalisasi yang ada di Bali. Banyak warga asing yang bisa “seenaknya” meninggalkan anak hasil hubungan mereka dengan orang lokal. Terdapat juga beberapa kasus dimana anak diadopsi oleh pasangan yang ternyata seorang paedofil. Sempat terbit wacana bahwa Bali adalah surga bagi para predator paedofil.

2. Ritual Keagamaan Tidak Lagi Khidmat

Selain panorama alam yang sangat memesona, Bali juga dikenal dengan kebudayaan warganya yang unik dan kompleks. Secara garis besar, upacara-upacara yang digelar di Bali merupakan upacara keagamaan. Beberapa diantaranya berupa festival, namun tidak sedikit berupa upacara sakral yang harus dilakukan dengan khidmat.

Ibadah yang Tidak Lagi Khidmat
Ibadah yang Tidak Lagi Khidmat [ImageSource]
Sama seperti shalat dalam Islam, atau misa dalam agama Kristiani, beberapa ritual di Bali harus dilakukan dengan khidmat, tanpa hingar-bingar. Namun, para turis sepertinya tidak paham atau justru tidak mau tahu akan hal tersebut. Mereka sibuk memotret dan berbondong-bondong berkumpul di Pura, padahal sedang berlangsung ritual keagamaan yang harusnya dilakukan dalam kesenyapan.

3. Pihak Asing Menjadi Pengelola Toko dan Hotel Terbesar di Bali

Geliat pariwisata di Bali berperan sangat besar dalam mengokohkah perekonomian warga sekitar. Industri kerajinan tangan, perhotelan hingga kuliner menjadi bergairah karena kedatangan turis dari seluruh penjuru dunia. Hal ini merupakan berkah bagi warga Bali.

Pihak Asing Mengelola Bisnis Besar di Bali
Pihak Asing Mengelola Bisnis Besar di Bali [ImageSource]
Namun, berkah itu sebenarnya memiliki sisi “gelap”. Banyak pengelola asing yang menanam modal begitu mudah di Bali. Sehingga hotel dan brand-brand besar di Bali dikelola oleh pihak asing. Sementara warga harus bersaing dengan perusahaan raksasa tersebut dengan modal seadanya.

4. Lingkungan yang Mulai Tidak Asri

Selama berpuluh-puluh tahun, masyarakat Bali berhasil mempertahankan keasrian dan kebersihan lingkungan mereka. Ini juga yang membuat para turis betah berlama-lama di Pulau dengan sejuta keindahan pantai tersebut. Namun, beberapa tahun terakhir, keasrian tersebut terkikis.

Lingkungan yang Tidak Lagi Asri
Lingkungan yang Tidak Lagi Asri [ImageSource]
Beberapa tempat mulai tampak kotor dan sangat padat. Belum lagi rencana untuk pembangunan tol dan reklamasi yang banyak menggusur lahan-lahan hijau. Selain itu, masih banyak juga para turis dan warga lokal yang kurang teliti dalam menjaga kebersihan dan keasrian lingkungan.

5. Rentan Terkena “Serangan” Budaya Asing

Interaksi antara warga Bali dengan masyarakat dari berbagai penjuru dunia tentu tidak dapat dielakkan. Dalam proses tersebut, saling mempengaruhi budaya juga tidak dapat dihindarkan. Hal ini adalah hal yang positif, karena kita memang harus belajar tentang budaya dan kehidupan di negara lain.

Rentan dengan Invasi Budaya Asing
Rentan dengan Invasi Budaya Asing [ImageSource]
Namun, sayangnya, banyak sekali budaya yang harusnya tidak kita adaptasi, kita adaptasi di Bali. Oleh karena itu klub-klub malam dirasa wajar dan pesta-pesta ala “bule” adalah rutinitas yang dilihat setiap hari. Meski sejauh ini tidak merugikan warga Bali, namun tidak bisa dipungkiri budaya lokal menjadi tersingkir sedikit demi sedikit.

Kita harus menyadari, untuk setiap keuntungan yang kita dapatkan, terdapat resiko yang harus kita antisipasi. Sebelum hal-hal di atas merajalela dan merugikan kita, tidak ada salahnya untuk memperbaiki diri dan sistem di sekitar kita. Bali adalah milik dan tanggung jawab kita bersama.

Tentu ada jalan tengah yang bisa membuat geliat pariwisata tetap meriah dan kearifan lokal tetap terjaga. Tentu ada jalan tengah bagi pembangunan secara fisik dan pembangunan secara budaya. Ini tugas utama kita sebagai anak bangsa. (HLH)

Written by Centralismo

Leave a Reply

Foto kelam banjir Jakarta

Potret Kelam Banjir Jakarta yang Tak Kunjung Usai

Film pendek bertema islami

5 Film Pendek Bertema Islami yang Bikin Puasa Makin Bermakna