in

Diremehkan di Negeri Sendiri, 7 Film Indonesia Ini Malah Sabet Penghargaan di Luar Negeri

Seiring berjalannya waktu, banyak masyarakat tanah air yang doyan banget nonton film. Agenda ngedate pun tak lengkap rasanya jika tidak ada kata nonton dalam daftarnya. Namun sayang seribu sayang, sebagian besar para penikmat film di Indonesia lebih suka nonton karya sineas luar negeri.

Padahal, banyak film Indonesia berkualitas yang nggak kalah seru dan penting dari produksi luar negeri. Beberapa di antaranya juga menyabet banyak penghargaan internasional loh. Coba lihat list di bawah ini, sudahkah kalian menontonnya?

1. Berbagi Suami (2006), Film Tentang Perempuan dan Poligami

Kebanyakan film Indonesia yang menang di ajang penghargaan internasional selalu menyangkut pautkan budaya. Hal tersebut mungkin kurang diminati di dalam negeri karena sehari-hari sudah sering mendengarnya. Namun besar pengaruhnya ketika disajikan di luar negeri, apalagi bagi mereka yang ingin mengetahui budaya tanah air.

Hal ini juga terjadi dalam film garapan Nia Dinata ini. Film yang fokus pada cerita tentang tiga perempuan yang sama-sama memiliki suami poligami. Film yang dibintangi oleh aktris senior Jajang C. Noer ini berhasil meraih penghargaan Movie of The Year dalam Hawaii International Film Festival.

2. Atambua 39o Celcius (2012), Tidak Banyak Ditonton

Film garapan duet maut sutradara Riri Riza dan produser Mira Lesmana ini berhasil masuk nominasi dan meraih penghargaan internasional. Sayangnya, ketika diputar di negeri sendiri, film ini tidak banyak diminati, padahal banyak dari masyarakat kita mengenal sosok sutradara serta produser yang juga besar namanya berkat Ada Apa Dengan Cinta? 2.

Mengambil latar belakang tahun 1999 tentang peristiwa yang terjadi di Atambua, Mira melakukan banyak riset dalam penggarapan film ini. Kemungkinan film-film berbau sejarah tidak banyak menarik perhatian masyarakat Indonesia sehingga hal ini terjadi pula kepada Atambua 39o Celcius.

3. Siti (2014), Menang Penghargaan Dalam dan Luar Negeri

Tahun 2014 sineas tanah air kembali mengeluarkan film yang membuat para penontonnya berfikir dan berdiskusi. Film tersebut berjudul Siti, mengambil tema seorang perempuan yang harus berjuang karena ditimpa banyak masalah.

Film dengan budget rendah ini berhasil meraih Piala Festival Film Indonesia (FFI) dan tiga Piala Citra. Selain itu, film garapan Eddie Cahyono ini juga menang dalam festival film di Shanghai dan Singapore. Sayangnya, hal tersebut tidak menarik perhatian remaja Indonesia untuk memasukkan film ini ke dalam agenda ngedate-nya.

4. Senyap (2014), Sempat Dilarang Penayangannya

Karya anak bangsa yang berhasil masuk dalam nominasi Best Documentary Feature dalam ajang film paling bergengsi, Oscar, pada tahun 2016 ini juga tidak banyak diminati masyarakat. Apalagi pada tahun 2014, sempat beberapa titik di Indonesia secara serentak menayangkan film ini.

Namun, banyak pihak yang akhirnya diciduk oleh aparat dan memerintahkan mereka untuk berhenti menayangkan film garapan Joshua Oppenheimer ini. Salah satunya di Universitas Brawijaya, Malang khususnya Fakultas Ilmu Budaya yang tiba-tiba didatangi aparat ketika nobar dan diskusi Film Senyap diadakan.

5. Turah (2016), Film Sederhana yang Sarat Makna

Film yang meraih penghargaan Asian Feature Film Special Mention dalam Singapore International Film Festival ini ternyata juga masuk dalam nominasi Foreign Language Film dalam ajang Oscar. Film ini juga menggandeng banyak sineas tanah air senior seperti Mathias Muchus dan Reza Rahadian yang membuat produksinya sederhana tapi berkelas.

Namun, ketika film ini ditayangkan di Indonesia, karya anak bangsa ini malah tidak laku. Padahal isi dari film Turah ini sangat penting untuk diketahui masyarakat Indonesia. Film ini mengusung cerita tentang sebuah kampung di Indonesia yang masyarakatnya terisolasi selama bertahun-tahun.

6. Istirahatlah Kata-Kata (2016), Hanya Tayang Selama Beberapa Hari

Sama seperti film Senyap, Istirahatlah Kata-Kata (IKK) juga digadang-gadang dilarang tayang. Namun, hal tersebut tidak dilakukan secara terang-terangan seperti ketika aparat mendatangi beberapa tempat yang menayangkan film Senyap. Hal tersebut hanya bisa dilihat dari seberapa lama IKK tayang di layar bioskop.

Padahal, film yang fokus menceritakan tentang aktivis Wiji Thukul yang diburu selama masa Orde Baru ini begitu penting untuk ditonton, khususnya oleh para muda-mudi tanah air. Apalagi setelah sang sutradara menerima penghargaan dalam International Film Festival di Bulgaria. Sayangnya siasat kelompok tertentu membuat film ini dengan cepat gulung tikar dalam layar lebar Indonesia.

7. Ziarah (2017), Kisah Cinta yang Dibalut dengan Budaya

BW Purba Negara sangat brilian ketika memiliki ideasi dalam pembuatan film Ziarah. Ia mengangkat sebuah kisah cinta yang sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. “Agar dapat dinikmati oleh banyak lini,” ujarnya.

https://www.youtube.com/watch?v=bSeDYN-zFgY

Meski begitu, yang spesial dari film ini adalah akting dari Ponco Sutiyem, seorang nenek yang menjadi pemeran utama dalam Ziarah. Berhasil meraih Film Terbaik Pilihan Juri dalam Asean International Film Festival and Awards agaknya tidak membuat film Ziarah menarik perhatian penonton tanah air.

Itulah ketujuh film tanah air dan juga hasil karya dari anak bangsa sendiri yang tidak laku di Indonesia. Padahal dengan menyabet banyak penghargaan dari luar negeri membuktikan film Indonesia memang bagus dan berkualitas.  Bagaimana pendapatmu sebagai warga Indonesia yang baik? Haruskah mulai menonton dan mengapresiasi karya dari negeri sendiri?

Written by Harsadakara

English Literature Graduate. A part time writer and full time cancerian dreamer who love to read. Joining Boombastis.com in August 2017. I cook words of socio-culture, people, and entertainment world for making a delicious writing, not only serving but worth reading. Mind to share your thoughts with a cup of asian dolce latte?

Leave a Reply

5 Pesepak Bola Indonesia yang Menolak Tawaran Bermain di Luar Negeri, Bukti Pemain Kita Diakui

10 Bukti Kreatifitas Driver Ojek Dijamin Bikin Mata Terbelalak