in

5 Penyebab Kenapa Agus Yudhoyono Kalah di Pilkada Ibukota

AHY-Sylvi dalam debat Cagub Cawagub [Image Source]

Tampil trengginas di awal tapi melempem di akhir, kalimat ini mungkin pas untuk menggambarkan bagaimana kondisi pasangan AHY-Sylvi. Seperti yang kita tahu, dua orang ini di kemunculan perdananya terlihat sangat greget, namun menengok hasil perhitungan kemarin, mereka pada akhirnya harus gigit jari. Ya, pasangan yang programnya memberikan semiliar untuk satu RW ini mungkin bisa dibilang gagal dalam upayanya menjadi pemimpin dan wakil baru DKI.

Dari banyak survey, dipastikan kalau suara untuk Paslon nomor 1 sangat sedikit. Jumlahnya sendiri tak sampai 20 persen. Alhasil, kemungkinan mereka ikut pemilihan gelombang kedua pun pupus. Tentu kekalahan ini tak terjadi tanpa sebab. Kalau kita menilik dari awal perjalanan mereka sampai debat terakhir kemarin, ada beberapa penyebab yang sedikit banyak membuat keduanya jeblok.

Lalu pertanyaan selanjutnya, apa kira-kira yang membuat pasangan ini akhirnya gagal dilantik? Ketahui jawabannya lewat ulasan berikut.

1. Pemilih Ahok yang Solid

Mengutip analisis  Manager Jaringan Suara Indonesia (JSI) Rudi Ruswandi yang juga menggelar quick count di Pilkada Jakarta, kekalahan Agus-Sylviana tidak terlepas dari solidnya massa pemilih Ahok-Djarot.

Suara untuk Ahok besar [Image Source]
Meski didera sentimen berbau SARA, ternyata pendukung Ahok-Djarot tetap solid tak terpengaruh. Solidnya pendukung Ahok-Djarot tak lepas dari berfungsinya mesin partai pendukungnya, terutama PDIP yang habis-habisan memback-up Ahok dan Djarot.

2. Pemilih Agus Beririsan dengan Basis Pendukung Anies Baswedan

Basis pendukung Agus-Sylviana berbeda dengan basis pendukung Ahok. Basis dukungan untuk Agus, dari sisi tipikal beririsan dengan basis pendukung Anies-Sandi. Maka, ketika Anies-Sandi naik, dukungan Agus-Sylviana tergerus. Di tambah lagi, di jelang-jelang akhir masa kampanye, para petingi partai pendukung Anies, seperti Prabowo Subianto dan Sohibul Imam, turun gunung, langsung ikut berjibaku berkampanye. Mereka intensif turun ke lapangan.

Anies-Sandi [Image Source]
Berbeda dengan Agus, hanya SBY, Ketua Umum Partai Demokrat yang juga ayahanda Agus yang tampak rajin turun gunung. Sementara petinggi partai lainnya yang juga mendukung Agus, nyaris tak terlihat ikut berkeringat turun ke lapangan.

3. Penampilan dalam Debat

Debat kandidat yang digelar tiga kali oleh KPU DKI Jakarta, berpengaruh besar mengubah konstelasi dukungan kepada masing-masing pasangan calon. Mengutip analisis Manager JSI, Rudi Ruswandi, efek dari debat pengaruhnya cukup besar, sebab 80 persen pemilih Jakarta  menonton debat. Dari debat itu, para pemilih mulai memilah, siapa yang pantas dipilih. Dan, harus diakui, dari tiga kali debat, penampilan Agus dan juga Sylviana Murni tak memuaskan, masih kalah oleh dua pasangan pesaingnya.

AHY-Sylvi dalam debat Cagub Cawagub [Image Source]
Bahkan beberapa kali, dalam sesi-sesi debat, Agus dan Sylviana melakukan blunder. Dari debat itu, para penonton menyimpulkan, Agus memang belum siap untuk jadi gubernur sekelas Jakarta. Awalnya publik punya ekspetasi penampilan Agus bisa seperti ayahnya, SBY ketika berdebat di Pilpres kemarin. Ternyata, Agus belum bisa menyamai performance SBY.

4. Faktor SBY

Awalnya, banyak yang mengira, faktor SBY, bisa membantu mendokrak popularitas dan dukungan bagi putranya Agus Yudhoyono. Ternyata itu tidak terbukti. Yang terjadi justru sebaliknya, faktor SBY dianggap menjadi salah satu penyebab melorotnya elektabilitas Agus Harimurti.

SBY [Image Source]
Banyak analis politik yang menilai, terlalu ‘bawelnya’ SBY dalam pencalonan Agus Harimurti, pada akhirnya membuat dukungan yang tadinya menguat kemudian merosot dratis. Cuitan-cuitan SBY di Twitter yang lebih bernada keluhan direspon negatif oleh netizen.

Politik ‘didzalimi’ yang coba dikembangkan SBY untuk menarik dukungan untuk putranya tak efektif. Bahkan strategi ini justru kontraproduktif bagi Agus. Publik menganggap Agus akan sama saja dengan ayahnya, banyak mengeluh, dan menyalahkan pihak lain. Terlebih SBY lewat cuitannya di Twitter, banyak menyerang ‘pemerintah’. Ini yang tak disukai publik. Pada akhirnya simpati kepada Agus pun memudar, seiring antipatinya publik di dunia maya terhadap SBY. Mungkin SBY lupa, bahwa efek dari dunia maya akan berpengaruh besar mengubah opini di dunia nyata.

5. Serangan Antasari

Menjelang pemungutan, SBY mendapat cobaan berat dengan munculnya serangan keras dari Antasari Azhar, mantan Ketua KPK yang dibui karena kasud pembunuhan Nasrudin Zukarnaen, Direktur Putra Rajawali Banjaran‎. Tanpa tedeng aling-aling, Antasari langsung mengarahkan telunjuknya bahwa SBY ada dibalik kasus yang membawa mantan Ketua KPK itu ke penjara. Atau dalam kata lain, SBY dalang di balik dibuinya Antasari.

Antasari Azhar [Image Source]
Logika publik pun langsung terpengaruh dan menghubungkannya dengan kasus Aulia Pohan yang ditangani KPK era Antasari. Aulia Pohan sendiri, adalan besan SBY, mertua dari Agus Harimurti. Tentu, serangan Antasari itu dimaknai oleh sebagian orang sebagai sebuah kebenaran. Dan ini kemudian efektif mempengaruhi opini publik, bahwa SBY bukanlah ‘tokoh’ yang bersih dan santun. Opini ini, secara tidak langsung ikut mempengaruhi persepsi publik terhadap sosok Agus Harimurti yang tak lain adalah anak kandung SBY.

Sanggahan serta serangan balik SBY via media sosial, dan lewat jumpa pers, tak lagi terpengaruh. Di media sosial, harus diakui ‘pesona’ SBY sudah memudar. Suaranya tak lagi didengar. Bahkan dicibir. Ini yang kemudian berdampak kepada melorotnya suara dukungan terhadap Agus Harimurti. Agus dan Sylviana pun harus merasakan efeknya, jadi nomor buncit dalam rally perolehan suara Pilkada Jakarta.

Setelah kekalahan ini, pasangan AHY-Sylvi nampak cukup legowo. Bahkan Agus sempat memberikan ucapan selamat kepada Ahok. Yang jadi pertanyaan selanjutnya adalah, kira-kira ke mana AHY-Sylvi pergi setelah ini? Apakah jadi Paslon lagi untuk daerah lain? Atau kembali ke profesi sebelumnya? Kita lihat saja apa yang bakal pasangan ini lakukan nantinya.

Written by Rizal

Hanya seorang lulusan IT yang nyasar ke dunia tulis menulis. Pengalamannya sudah tiga tahun sejak tulisan pertama dimuat di dunia jurnalisme online. Harapannya bisa membuat tulisan yang super kece, bisa diterima siapa pun, dan juga membawa influence yang baik.

Contact me on my Facebook account!

Leave a Reply

Gus Dur Seumur Hidupnya Tidak Pernah Punya Dompet

Dibeli di Tukang Rongsokan, Negatif Foto Tua Ini Berharga Rp 2,6 Triliun